Barangkali aku akan mulai mengurangi kebiasaanku membeli buku.
Bukan
karena aku tidak lagi menyukai buku. Bukan pula karena aku sudah
kelelahan untuk membagi waktu di antara jam kerjaku. Sepertinya kamu mengerti betul bagaimana aku mencintai buku, bagaimana aku menjadikannya
barang koleksiku. Bau kertas dari buku yang baru dibuka sungguh
menggoda. Ketika kubalik lembar demi lembarnya, bau sedap segera saja
menguar di udara. Macam itulah perasaanku kepada buku. Bahkan seringkali
aku membeli sebuah buku walau aku sudah memiliki buku yang sama.
Biasanya buku tersebut baru berupa buku digital, beberapa kali karena
sudah kuberikan pada orang atau hilang. Karenanya, aku memahami mengapa
Bung Hatta pernah memarahi orang yang mencoret-coret bukunya dan meminta
orang tersebut menggantinya dengan yang baru.
Tetapi ironisnya kegemaranku membeli buku malah diusik oleh satu judul buku yang kubaca. Lebih tepatnya, sebuah puisi berjudul Catatan. Biar kautahu juga isi puisi itu, aku akan mengetik ulang di sini.
udara AC asing di tubuhku
mataku bingung melihat
deretan buku-buku sastra
dan buku-buku tebal intelektual terkemuka
tetapi harganya
Ooo.. aku ternganga
musik stereo mengitariku
penjaga stand cantik-cantik
sandal jepit dan ubin mengkilat
betapa jauh jarak kami
uang sepuluh ribu di sakuku
di sini hanya dapat 2 buku
untuk keluargaku cukup buat
makan seminggu
gemerlap toko-toko di kota
dan kumuh kampungku
dua dunia yang tak pernah bertemu