Lebaran adalah kerinduan. Dan rumah adalah tempat berpulang segala rindu.
Pada sesuatu yang disebut pekerjaan, manusia seringkali terjebak dalam pusaran kesibukan. Tersesat dalam jam-jam padat, dalam hari-hari brengsek yang dipenuhsesaki oleh penat. Beberapa hilang arah. Tetapi banyak lainnya yang mulai sadar dari mana mereka berasal dan ke mana seharusnya arus hidup mereka bermuara: rumah. Tempat di mana keluarga menanti mereka kembali dengan gelak tawa. Dengan senyum yang tak dipenuhi dengan pura-pura.
Atas alasan itulah, setiap tahunnya, pada momen yang kita sebut lebaran, kita lihat kerumunan manusia. Puluhan. Ratusan. Ribuan. Puluh ribuan. Hingga ratus ribuan kerumunan. Mereka semua berduyun-duyun pulang, menyesaki jalanan yang kian terasa sempit oleh lalu-lalang kendaraan. Semua terlihat lelah dan jenuh. Puluhan jam harus dilalui dalam perjalanan. Namun tak ada satupun yang keberatan memenuhi seluruh tubuh mereka dengan keringat dan bau badan. Mereka paham, tiap bulir keringat yang jatuh adalah satu langkah mereka menuju rumah. Tiap bau badan yang mereka keluarkan adalah bau kerinduan yang makin menyengat. Semua orang nampak siap menghadapi segala riuh kemacetan demi memetik rindu yang telah lama mereka tanam.
“Di rumah inilah papa menjalani waktu kecil dulu, nak.”