Namanya adalah Galang. Dia bukan Galang Rambu Anarki, putra Iwan Fals yang diabadikan
lewat sebuah lagu. Ia “hanya” seorang sahabat yang tak akan bisa benar-benar
saya lupakan. Jika ingatan saya tak salah, nama lengkapnya adalah Galang Ibnu
Iktibar Noor. Ia terlahir pada tanggal 25 April 1990 (semoga ini benar) sebagai seorang sulung dari 3 orang bersaudara. Rumahnya berada di desa
sebelah tempat tinggal saya. Namun, bukan karena menjadi teman sepermainan Galang lah
saya mengenal dia untuk kali pertama.
Saya bertemu muka dengan galang untuk
kali pertama di sebuah lomba cerdas cermat Sekolah Dasar tingkat kecamatan.
Kala itu, di final yang diikuti oleh lima
orang peserta, saya bisa menjadi juara seandainya Galang tidak mengacau. Di
final tersebut, satu pertanyaan hanya boleh dijawab satu kali oleh peserta yang
menekan bel paling cepat. Sialnya, di saat-saat genting di sesi terakhir Galang
membuat satu pertanyaan yang bernilai besar terbuang sia-sia karena ia salah
menjawabnya. Saya yang mengetahui jawaban yang benar pun hanya bisa gigit jari
karena terlambat menekan bel. Akhirnya, saya harus puas berada di peringkat ketiga. Satu tingkat di atas Galang.